Rabu, 16 Januari 2013

INTERAKSI SOSIAL BERSIFAT ASOSIATIF

Proses asosiatif mempunyai bentuk-bentuk, antara lain kerja sama, akomodasi, asimilasi, dan akulturasi.
1. Kerja sama (cooperation)
Kerja sama adalah suatu usaha bersama antarindividu atau kelompok untuk mencapai tujuan bersama. Kerja sama timbul apabila orang menyadari memiliki kepentingan dan tujuan yang sama, serta menyadari bahwa hal tersebut bermanfaat bagi dirinya atau orang lain. Kerja sama timbul karena orientasi individu terhadap kelompoknya (in group) dan orientasi individu terhadap kelompok lainnya (out group). Menurut Charles H. Cooley, kerja sama timbul apabila seseorang menyadari dirinya mempunyai kepentingan yang sama dengan orang lain. Selain itu, pada saat yang sama ia memiliki pengetahuan dan pengendalian terhadap dirinya sendiri untuk memenuhi kepentingan tersebut. Kesadaran tentang adanya kepentingan yang sama dan pengorganisasian diri merupakan hal penting dalam kerja sama.
Kerja sama dapat bertambah kuat apabila ada bahaya luar yang mengancam. Selain itu, kerja sama juga dapat bertambah kuat jika ada tindakan-tindakan luar yang menyinggung kesetiaan yang telah tertanam dalam kelompok, dalam diri seseorang, atau segolongan orang. Contohnya, kerja sama antarprajurit dalam satu kesatuan dapat terjalin ketika menghadapi musuh di dalam sebuah medan pertempuran.
Proses sosial yang erat kaitannya dengan kerja sama adalah konsensus. Konsensus hanya mungkin terjadi bila dua pihak atau lebih yang ingin memelihara suatu hubungan dan masing-masing memandang hubungan tersebut sebagai kepentingan sendiri. Keputusan untuk mengadakan konsensus timbul apabila anggota kelompok memiliki perbedaan pendapat. Dalam konsensus, pertentangan kepentingan terlihat nyata, tetapi tidak sebesar dalam konflik.
Berdasarkan pelaksanaannya, kerja sama memiliki lima bentuk.
1.    Kerukunan atau gotong royong.
2.    Bargaining yaitu pelaksanaan perjanjian mengenai pertukaran barang atau jasa antara dua organisasi atau lebih.
3. kooptasi yaitu proses penerimaan unsur-unsur baru dalam kepemimpinan dan pelaksanaan politik organisasi sebagai satu-satunya cara untuk menghindari konflik yang bisa mengguncang organisasi.
4.    Koalisi, yaitu kombinasi antara dua organisasi atau lebih yang mempunyai tujuan yang sama. Koalisi dapat menghasilkan keadaan yang tidak stabil sebab kedua organisasi memiliki struktur tersendiri.
5.    Joint-venture yaitu kerja sama dalam pengusahaan proyek tertentu, misalnya pengeboran minyak dan perhotelan.
Selain itu, beberapa ahli juga membagi kerja sama dalam beberapa bentuk berikut.
1.    Kerja sama spontaji (kerja sama serta-merta).
2.    Kerja sama langsung (hasil dari perintah atasan atau penguasa).
3.    Kerja sama kontrak (kerja sama atas dasar tertentu).
4.    Kerja sama tradisional (kerja sama sebagai bagian antaraunsur dalam sistem sosial.)
2. Akomodasi (accomodation)
Akomodasi memiliki dua makna, yaitu sebagai keadaan dan proses. Akomodasi sebagai keadaan mengacu pada keseimbangan interaksi antarindividu atau antarkelompok yang berkaitan dengan nilai dan norma sosial yang berlaku. Akomodasi sebagai sebuah proses mengacu pada usaha-usaha manusia untuk meredakan suat. pertentangan agar tercipta keseimbangan.
Akomodasi sebenarnya merupakan suatu cara untuk menyelesaikan pertentangan tanpa menghancurkan lawan. Tujuan Akomodasi berbeda-beda, tergantung pada situasi yang dihadapi.
Beberapa tujuan akomodasi adalah sebagai berikut.
1.      Untuk menghasilkan sintesis atau titik temu antara dua atau beberapa pendapat yang berbeda agar menghasilkan suatu pola baru.
2.    Mencegah terjadinya pertentangan untuk sementara waktu.
3.     Berusaha mengadakan kerja sama antarkelompok sosial yang terpisah akibat faktor sosial dan psikologis atau kebudayaan. Misalnya, kerja sama antarindividu yang berbeda kasta.
4.    Mengusahakan peleburan antarkelompok sosial yang terpisah, misalnya, melalui perkawinan.
Akomodasi sebagai sebuah proses mempunyai beberapa bentuk, yaitu sebagai berikut.
1.   Koersi (coercion), yaitu bentuk akomodasi yang prosesnya melalui paksaan secara fisik maupun psikologis. Dalam koersi, salah satu pihak berada dalam posisi yang lemah. Misalnya, dalam sistem perbudakan atau penjajahan.
2.    Kompromi (compromise), yaitu bentuk akomodasi di mana pihak yang terlibat saling mengurangi tuntutannya agar tercapai suatu penyelesaian. Contoh, perjanjian antarnegara tentang batas wilayah perairan.
3.    Arbitrasi (arbitration), yaitu cara untuk mencapai sebuah kompromi melalui pihak ketiga, sebab pihak-pihak yang bertikai tidak mampu menyelesaikan masalahnya sendiri. Pihak ketiga ini dipilih oleh kedua belah pihak atau oleh badan yang berwewenang. Contoh, masalah antara karyawan dan perusahaan tentang gaji. Masalah ini bisa diatasi dengan meminta bantuan pemerintah yang kemudian menetapkan upah minimum.
4.    Mediasi (mediation) hampir mirip dengan arbitrasi, hanya saja pihak ketiganya netral. Kedudukan pihak ketiga hanya sebagai penasihat yang mengusahakan jalan damai, tetapi tidak memiliki wewenang dalam mengambil keputusan untuk menyelesaikan masalah.
5.    Konsiliasi (conciliation), yaitu suatu usaha untuk mempertemukan keinginan-keinginan dari pihak yang bertikai untuk mencapai suatu kesepakatan. Contoh, mempertemukan wakil buruh, perusahaan, dan jamsostek untuk saling mengungkapkan keinginan dan mencapai kesepakatan.
6.    Toleransi (tolerance), yaitu bentuk akomodasi yang terjadinya tanpa persetujuan yang sifatnya formal. Kadang-kadang, toleransi timbul secara tidak sadar dan spontan akibat reaksi alamiah individu atau kelompok yang ingin menghindari perselisihan. Contoh, pada bulan puasa, umat yang tidak berpuasa tidak makan di sembarang tempat. Selain itu, ketika suatu kelompok umat beragama sedang beribadah, umat beragama yang lain tidak membuat keributan.
7.    Stalemate, terjadi ketika pihak-pihak yang bertikai memiliki kekuatan yang seimbang hingga pada akhirnya pertikaian tersebut berhenti pada titik tertentu. Misalnya, ketegangan Korea Utara dan Korea Selatan di bidang senjata nuklir.
8.    Ajudikasi (adjudication), yaitu cara menyelesaikan masalah melalui pengadilan.
9.    Segregasi (segregation), yaitu masing-masing pihak memisahkan diri dan saling menghindar dalam rangka mengurangi ketegangan.
10.    Eliminasi (elimination), yaitu pengunduran diri salah satu pihak yang terlibat dalam konflik karena mengalah.
11.    Subjugation atau domination, yaitu pihak yang mempunyai kekuatan besar untuk meminta pihak lain menaatinya.
12.    Keputusan mayoritas (majority rule), yaitu keputusan yang diambil berdasarkan suara terbanyak dalam voting.
13.    Minority consent, yaitu golongan minoritas yang tidak merasa dikalahkan tetapi dapat melakukan kegiatan bersama.
14.    Konversi, yaitu penyelesaian konflik di mana salah satu pihak bersedia mengalah dan mau menerima pendirian pihak lain.
15.    Gencatan senjata (cease jire), yaitu penangguhan permusuhan dalam jangka waktu tertentu.
3. Asimilasi (assimilation)
Asimilasi merupakan usaha-usaha untuk mengurangi perbedaan antarindividu atau antarkelompok guna mencapai satu kesepakatan berdasarkan kepentingan dan tujuan-tujuan bersama. Menurut Koentjaraningrat, proses asimiliasi akan timbul jika ada kelompok-kelompok yang memiliki perbedaan kebudayaan. Kemudian, individu-individu dalam kelompok tersebut saling berinteraksi secara langsung dan terus menerus dalam jangka waktu lama, sehingga kebudayaan masing-masing kelompok berubah dan saling menyesuaikan diri.
Dalam asimilasi terjadi proses identifikasi diri dengan kepentingan-kepentingan dan tujuan kelompok. Apabila dua kelompok atau dua orang melakukan asimilasi, maka batas-batas antarkelompok akan hilang dan keduanya melebur menjadi satu kelompok yang baru.
Faktor-faktor yang mempermudah terjadinya asimilasi adalah sebagai berikut.
1.    Sikap toleransi.
2.    Kesempatan yang seimbang dalam ekonomi (tiap-tiap individu mendapat kesempatan yang sama untuk mencapai kedudukan tertentu atas dasar kemampuan dan jasanya).
3.    Sikap menghargai orang asing dan kebudayaannya.
4.    Sikap terbuka dari golongan penguasa dalam masyarakat.
5.    Persamaan dalam unsur kebudayaan.
6.    Perkawinan campuran (amalgamasi).
7.    Adanya musuh bersama dari luar.
Sebaliknya, faktor-faktor yang menjadi penghalang terjadinya asimilasi adalah sebagai berikut. :
1. Terisolasinya kehidupan suatu golongan tertentu dalam masyarakat. Contoh, orang Indian di Amerika Serikat yang diharuskan bertempat tinggal di wilayah-wilayah tertentu (reservation).
2. Kurangnya pengetahuan mengenai kebudayaan yang dihadapi.
3. Adanya perasaan takut terhadap kekuatan suatu kebudayaan yang dihadapi.
4. Adanya perasaan bahwa suatu kebudayaan golongan atau kelompok tertentu lebih tinggi
daripada kebudayaan golongan atau kelompok lainnya.
5. Adanya perbedaan warna kulit atau ciri-ciri badaniah.
6. Adanya in group feeling yang kuat. Artinya, ada suatu perasaan yang kuat bahwa individu terikat pada kelompok dan kebudayaan kelompok yang bersangkutan.
7. Adanya gangguan golongan minoritas terhadap golongan yang berkuasa. Contoh, perlakuan kasar terhadap orang-orang Jepang yang tinggal di Amerika Serikat sesudah pangkalan Angkatan Laut Amerika Serikat Pearl Harbor diserang secara mendadak oleh tentara Jepang pada tahun 1941.
8.  Adanya perbedaan kepentingan dan pertentangan-pertentangan
pribadi.
4. Akulturasi (aculturatiori)
Akulturasi adalah berpadunya dua kebudayaan yang berbeda dan membentuk suatu kebudayaan baru dengan tidak menghilangkan ciri kepribadian masing-masing. Contoh akulturasi adalah Candi Borobudur yang merupakan perpaduan antara kebudayaan India dan kebudayaan Indonesia. Demikian juga musik keroncong yang merupakan perpaduan antara musik Portugis dan musik Indonesia. Proses akulturasi dapat kita gambarkan seperti dalam bagan berikut.
Proses akulturasi dapat berjalan sangat cepat atau lambat, tergantung persepsi masyarakat setempat terhadap budaya asing yang masuk. Apabila budaya asing itu masuk melalui proses pemaksaan, maka akulturasi memakan waktu relatif lama. Sebaliknya, apabila budaya asing itu masuk melalui proses damai, akulturasi akan terjadi secara cepat.
B. Interaksi Sosial yang Bersifat Disosiatif
Proses disosiatif atau oposisi dibedakan ke dalam tiga bentuk, yaitu persaingan, kontravensi, dan pertentangan.
1. Persaingan (competition)
Persaingan adalah perjuangan berbagai pihak untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Persaingan mempunyai dua tipe, yaitu yang bersifat pribadi dan bersifat non pribadi. Tipe yang bersifat pribadi disebut juga dengan rivalry (persaingan). Dalam rivalry, individu akan bersaing secara langsung, misalnya persaingan anggota untuk memperoleh kedudukan tertentu dalam sebuah organisasi.
Dalam tipe yang bersifat non pribadi, yang bersaing bukan individu-individu, melainkan kelompok. Contoh persaingan non pribadi adalah persaingan antara dua partai berbeda dalam merebut simpati rakyat, atau persaingan dua kesebelasan sepak bola berebut kemenangan untuk maju ke babak berikutnya.
Tipe-tipe tersebut menghasilkan beberapa bentuk persaingan. Di antaranya persaingan di bidang ekonomi, politik, persaingan untuk mencapai suatu kedudukan dan menjaga gengsi, serta persaingan ras.
Salah satu ciri dari persaingan adalah perjuangan yang dilakukan secara damai, sportif, atau fair play. Artinya, persaingan selalu menjunjung tinggi batas-batas yang diharuskan. Mereka bersaing tanpa menggunakan ancaman atau kekerasan. Oleh karena itu, persaingan sangat baik untuk meningkatkan prestasi seseorang.

2. Kontravensi (contravention)

Kontravensi pada hakikatnya merupakan suatu bentuk proses sosial yang berada antara persaingan dan pertentangan. Kontravensi ditandai oleh adanya ketidakpuasan dan ketidakpastian mengenai diri seseorang, rencana dan perasaan tidak suka yang disembunyikan, atau kebencian dan keragu-raguan terhadap kepribadian seseorang. Kontravensi cenderung bersifat rahasia. Perang dingin merupakan salah satu contoh kontravensi karena tujuannya membuat lawan tidak tenang atau resah. Dalam hal ini, lawan tidak diserang secara fisik tetapi secara psikologis. Sikap tersembunyi seperti ini dapat berubah menjadi pertentangan atau pertikaian. Wujudnya dapat berupa protes, mengacaukan pihak lain, memfitnah, memaki-maki melalui surat selebaran, agitasi, subversi, dan Iain-lain. Menurut Leopold von Wiese dan Howard Becker, kontravensi memiliki lima bentuk berikut.
l.  Umum, misalnya penolakan, keengganan, perlawanan, protes, perbuatan menghalang-halangi, melakukan kekerasan, atau mengacaukan rencana pihak lain.
2. Sederhana, misalnya menyangkal pernyataan orang di muka umum, memaki melalui surat selebaran, atau mencerca.
3. Intensif, misalnya penghasutan atau menyebarkan desas-desus.
4. Rahasia, misalnya mengumumkan rahasia lawan atau berkhianat.
5. Taktis, misalnya mengejutkan lawan, membingungkan pihak lawan, provokasi, atau intimidasi.
3. Pertentangan atau Konflik (conflict)
Pertentangan atau konflik adalah suatu perjuangan individu atau kelompok sosial untuk memenuhi tujuannya dengan jalan menantang pihak lawan. Biasanya, konflik disertai dengan ancaman atau kekerasan. Konflik terjadi karena adanya perbedaan pendapat, perasaan individu, kebudayaan, kepentingan baik kepentingan individu maupun kelompok, dan terjadinya perubahan-perubahan sosial yang cepat yang menimbulkan disorganisasi sosial. Perbedaan-perbedaan ini akan memuncak menjadi pertentangan karena ieinginan-keinginan individu tidak dapat diakomodasikan. Akibatnya, tiap individu atau kelompok berusaha menghancurkan lawan dengan ancaman atau kekerasan.
Dalam pertentangan, hal yang paling banyak berperan adalah perasaan. Perasaan dapat mempertajam perbedaan tersebut sehingga masing-masing pihak berusaha saling menghancurkan. Contoh perasaan yang menimbulkan konflik adalah benci, sentimen, dan iri.
Pertentangan tidak selalu bersifat negatif. Pertentangan juga dapat menjadi alat untuk menyesuaikan norma-norma yang telah ada dengan kondisi baru yang sesuai dengan perkembangan masyarakat. Pertentangan dapat pula menghasilkan suatu kerja sama karena masing-masing pihak kemudian dapat saling introspeksi untuk mengadakan perbaikan-perbaikan. Contoh dampak positif pertentangan adalah perombakan aturan-aturan yang mengekang hak politik warga negara pada masa Orde Baru.
Pertentangan mempunyai bentuk-bentuk khusus. Di antaranya sebagai berikut.
1.    Pertentangan pribadi. Ada individu-individu yang sejak mereka mulai berkenalan sudah tidak saling menyukai. Awal yang buruk ini jika dikembangkan akan menimbulkan kebencian. Masing-masing pihak akan berusaha menghancurkan pihak lawan.
2.    Pertentangan rasial. Sumber pertentangan tidak hanya terletak pada perbedaan ciri-ciri fisik, tetapi juga oleh kepentingan kebudayaan. Keadaan menjadi bertambah buruk jika salah satu ras merupakan golongan mayoritas.
3.    Pertentangan antarkelas sosial. Pertentangan ini terjadi karena adanya perbedaan kepentingan, seperti perbedaan kepentingan antara majikan dan buruh.
4.    Pertentangan politik. Pertentangan ini biasanya menyangkut antargolongan dalam masyarakat juga antara negara-negara berdaulat. Contoh, pertentangan yang terjadi antarpartai politik menjelang pemilu atau pertentangan antarnegara.
5.    Pertentangan yang bersifat internasional. Pertentangan ini disebabkan oleh kepentingan yang lebih luas serta menyangkut

1 komentar: